Black Market

Senior Journalist and External Affairs at Badan Otonom Economica FE UI

Senior Journalist and External Affairs at Badan Otonom Economica FE UI

Badan Otonom Economica (BOE) FEUI merupakan organisasi kemahasiswaan yang memiliki kompetensi dalam bidang jurnalistik dan keilmuan di lingkungan Universitas Indonesia. Sejak didirikan 31 Mei 1978, BOE telah menghasilkan koran Economica Papers, majalah Economica, jurnal mini Economica, Agenda UI, dan mengadakan berbagai seminar, training, diskusi, bedah buku, hingga penelitian-penelitian ilmiah.

Sejak kapan bergabung?

Maret 2011. Kita bertindak seperti pers sekaligus juga melakukan berbagai penelitian ekonomi.

Penelitian terakhir?

Tentang customer satisfaction index pengunjung Jazz Goes to Campus UI. Cuma saya tidak berperan karena sibuk dengan event-nya, —Red JGTC. BOE juga menerbitkan majalah dwibulanan, majalah Economica, koran Economica Papers, dan screening out film dokumenter di Taman Ismail Marzuki, dan terakhir saya menulis artikel untuk majalah.

The title?

Black market. Intinya, mengatasi black market di Indonesia sangat sulit karena secara tidak langsung masyarakat juga mendukungnya. Seperti CD bajakan. Orang-orang lebih suka membeli CD dan DVD bajakan karena harganya lebih murah. Orang-orang lebih memiliki willingness to pay atas produk bajakan ketimbang yang asli.

Benarkah juga disebabkan faktor pendidikan?

Black market di Indonesia sudah memiliki pasarnya sendiri. Mungkin faktor pendidikan itu salah satunya. Tapi diperlukan juga tindakan langsung dari masyarakat sendiri. Dan karena black market ini sudah memiliki pasar sendiri, maka salah satu yang bisa dilakukan yaitu menghilangkan pasar tersebut dengan berhenti membeli CD bajakan.

Ataukah hukum?

Faktor hukum sepertinya kurang nendang ya menurut saya. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan seorang dosen kriminologi UI, saya dapatkan informasi bahkan pedagang VCD bajakan itu membayar oknum setiap hari atau pekannya agar tetap bisa leluasa berdagang. Jadi, yang bisa kita lakukan adalah menghilangkan tadi dan tentu sebaiknya didukung sikap tegas dari para pemimpin kita. Perlu edukasi dan implementasi atas tindakan kita. Karena kalau hanya bermain gusur, ia juga akan tumbuh lagi.

Seperti apa persisnya mata rantai black market?

Begini ya, misalnya handphone datang dari negara X di Terminal Peti Kemas Tanjung Priok. Di terminal kemudian disimpan di gudang. Gudangnya pun bahkan kadang cuma menumpang. Kemudian para supplyer mengambil untuk diteruskan ke agen-agen. Kemudian para agen ini akan melanjutkan ke reseller-reseller. Jadi, barangnya sendiri bahkan tidak bisa di-trace. Ada juga yang menggunakan model beli putus. Beli dengan sejumlah uang dan barangnya tidak bisa dikembalikan.

Bagaimana di level komunitas?

Edukasi. Pada dasarnya adanya pasar gelap juga disebabkan faktor pajak. Orang cenderung ingin yang mudah dan malas mengikuti prosedur. Akibatnya, produk bajakan adalah solusinya. Meski sebenarnya serba salah juga, karena jika pajak turun maka impor jadi tinggi. Jika impor tinggi, maka produk dalam negeri akan mati. Mengedukasi masyarakat agar berhenti membeli produk bajakan, mempermudah sistem prosedur impor barang, dan penurunan pajak agar orang cenderung mau mengimpor produk yang asli sekaligus dibarengi peningkatan kualitas produk dalam negeri agar senantiasa mampu bersaing dengan produk impor. Kita juga perlu menanamkan budaya cinta produk sendiri.

Damn, I Love Indonesia lebih dari sekadar brand melainkan prinsip yang perlu dijunjung tinggi?

Yap. Betul sekali.

Bagaimana cara terbaik menghargai sebuah karya?

Perlunya apresiasi, apresiasi publik. Misalnya dengan mengadakan pameran. Jika musik, barangkali bisa diawali dengan panggung terbuka. Jika musiknya memang bagus orang juga cenderung akan membeli dan memiliki CD-nya. Intinya ‘buat orang lain mengenal hasil karya kita’.

Mata rantai tandingan? Tanpa coup d’etat, killing them softly?

Ha ha ha … iya. Betul betul. Menurut para ahli memang itu cara yang dinilai paling efektif dan berhasil.

Zahara salah seorang di antaranya?

Ha ha ha … kalau itu ahlinya dosen kriminologi UI, —Red Adrianus Meiliala.

Bagaimana peran media, BOE, semestinya?

Ya, karena kita adalah organisasi jurnalistik, yang kita lakukan adalah memberikan artikel dalam koran maupun majalah yang berkaitan dengan topik ini. Dan satu lagi mengadakan diskusi publik dengan mengundang berbagai pihak seperti dosen, mahasiswa, karyawan, dan pihak eksternal untuk mendiskusikan masalah ini.

Hasilnya sejauh ini?

Sejauh ini sudah beberapa karyawan UI seperti karyawan fasilitas dan infrastruktur, office boy,  beberapa dosen, dan beberapa mahasiswa, kesadaran mereka mulai terbuka. Diharapkan orang-orang ini akan menyampaikan hal yang sama ke orang-orang terdekat. Dan orang-orang terdekat akan melakukan hal yang sama ke orang lainnya. Kok jadi mirip MLM ya … he he.

Terakhir, tentang tujuan menulis?

Menulis itu penting. Karena dengan menulis, ilmu tidak akan hilang. Lihat saja buktinya, Prasasti Yupa. Itu tulisan kan … he he. Jadi belajarlah menulis. Saya terinspirasi dari dosen UI, Chatib Basri. Beliau sering menulis di media massa nasional Kompas. Beliau juga alumni BOE. Sayangnya, di Indonesia sebenarnya banyak orang pintar namun enggan menulis. Karena itu jurnal ilmiah kita sangat kurang. Jika perlu ada ancang-ancang syarat mahasiswa lulus adalah telah menulis dan menerbitkan jurnal.

Yupa, menulis untuk dokumentasi?

Yup. That is true and it is proven by facts. Di BOE juga bisa berupa event seperti Journalist Days (JD) yang merupakan acara jurnalistik berskala nasional yang diselenggarakan oleh BOE. Acara ini dilaksanakan setiap tahun dengan rangkaian acara utama: seminar dan talkshow, forum diskusi nasional, training jurnalistik, dan company visit ke perusahaan media.

Adakah kaitan antara menulis dan berpikir kritis?

Menurut saya menulis itu juga berlatih berpikir kritis. Kita mengamati, kita menilai, kita mengungkapkan apa yang kita lihat, apa yang kita pikirkan kepada orang lain. Sekaligus sebagai bukti keberadaan kita. Dengan banyak menulis dan membaca, kita jadi lebih siap untuk berpikir kritis. Lebih siap dan tanggap dalam melihat persoalan dari berbagai sudut pandang.

Leave a comment